Kata “flexing” pasti sudah tidak asing di telinga kita. Budaya flexing awalnya digunakan oleh para atlet binaraga dalam mempertunjukkan otot-otot mereka, agar terlihat lebih unggul dari atlet lainnya. Namun ada pergeseran, flexing ini menjalar ke industri hiburan, di mana penyanyi hip-hop sering kali menunjukkan perhiasan yang banyak dengan harga yang mahal.
Dari sana, flexing mengalami perluasan makna menjadi “pamer”, baik itu terkait dengan keahlian, kekayaan, kepintaran, dan sering kali digunakan sebagai istilah sehari-hari oleh kebanyakan anak muda saat ini.
Kehadiran sosial media juga menjadi salah satu platform utama untuk “flexing” ini. Tidak sedikit yang menunjukkan barang-barang mahal, rumah mewah, gadget terbaru, dan lainnya. Dengan maraknya budaya flexing ini, dapat mempengaruhi definisi “kaya” bagi masyarakat, terutama anak-anak muda.
Hal ini didukung fakta dari studi yang dilakukan oleh Financial Fitness Index bank ocbc nisp tahun 2023 yang menunjukkan bahwa sebanyak 42% orang Indonesia masih salah paham tentang definisi “kaya”.
Ternyata, jumlah generasi muda yang menganggap definisi “kaya” adalah mereka yang sering liburan, naik sebesar 350% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, mereka yang percaya bahwa definisi “kaya” berkaitan dengan hal-hal yang bersifat non-investasi, seperti rumah mewah atau fashion bermerek ataupun sering travelling/konser, memiliki skor Kesehatan finansial yang rendah.